Home »
Cermin
»
Gadis Kecilku
By Unknown
on
Tuesday, January 21, 2014
with
5 comments
Selalu
kulihat gadis kecil itu berada di antara tumpukan sampah. Sesekali tangannya
mengorek, memilahnya, kemudian memasukan beberapa sampah yang dianggapnya
masih berharga ke dalam karung putih yang selalu dibawanya setiap kali ia ke
tempat itu.
Berbeda
dengan hari sebelumnya, kali ini wajahnya murung. Senyum tak kutemukan
di wajahnya yang hitam manis. Setelah karung putih penuh, ia pergi meninggalkan
tempat pembuangan sampah itu dengan langkah lesu.
Hari ini
aku malas untuk kerja. Aku terjebak dalam sebuah rutinitas bernama pekerjaan
dan aku ingin keluar dari lingkarannya, sejenak. Kupacu motorku menuju tempat
yang kuanggap bisa melepaskan segala penat, keluar dari segala tuntutan hidup.
Di perempatan lampu merah, kulihat gadis kecil itu berada di antara mobil. Kali
ini tak kulihat karung putih yang biasa dibawanya. Dari satu mobil ke mobil
lainnya, tangannya terulur, meminta-minta. Ah, rupanya gadis kecil itu punya
sambilan pekerjaan lain, mengemis.
Kupanggil
gadis kecil itu, setelah menepikan motorku. Ia terlihat ragu, meski akhirnya
menghampiriku. Masih kutemukan wajah yang sama, murung masih kerasan di sana.
Kuambil dompet dan memberikan uang padanya.
“Terima kasih, Om,” ucapnya masih dengan ekspresi yang sama. Ia bergegas pergi
dan menghilang di antara laju mobil. Kupacu kembali motorku, memenuhi rencana hari ini.
Malam
semakin tinggi. Sepanjang jalan nampak lengang. Sedikit terlupakan segala
beban, setelah bersenang-senang dengan sahabatku. Kunikmati perjalanan pulang dengan mengurangi kecepatan laju motor. Hawa dingin menyusup
dari sela-sela jaket. Kutepikan motor, di depan kulihat ada keramaian. Nampak petugas
dari pihak berwajib sedang berkejaran dengan para gepeng, yang dianggap
penyakit sosial. Operasi malam yang tak pernah menyelesaikan masalah, batinku. Aku
menatap lomba adu lari itu. Beberapa di antaranya berlari ke arahku. Semakin
mendekat, dan gadis kecil itu?
Aku terkejut melihatnya berada di antara
peserta lomba adu lari itu. Nafasnya terlihat ngos-ngosan. Kecepatan larinya
berkurang. Seorang petugas berhasil menyergapnya. Gadis kecil itu masih berusaha melawan, memberontak dari cekalan tangan petugas. Upayanya buntu. Di tengah keputusasaan, ia layangkan pandangannya ke arahku. Tatapannya lurus menembus relung hati. Aku merasakan sebuah permohonan di dalamnya. Hatiku tergerak.
Kuhampiri
petugas yang akan beranjak membawanya pergi. Setelah bernegosiasi panjang,
dengan sedikit diplomasi dan pengakuan bahwa gadis kecil itu keponakanku, akhirnya petugas melepaskan gadis kecil itu. Kuhampiri dirinya. Senyum mekar di wajahnya yang masih berkeringat. Wajah murung yang selama ini menghiasinya, lenyap tak berjejak.
“Terima
kasih banyak, Om.” Ia menghambur, memelukku dengan erat. Pelukannya mengingatkan
pada gadis kecilku. Anak semata wayangku, yang telah pergi ke Surga, setahun
yang lalu. (eN)
Related Posts
5 komentar
Hmmm, cerita yang mengharukan, cuma kayanya agak kurang padat ya? *ceritanya* mungkin musti berlanjut tuh BRO!..
salam 3 jari
Thnaks Mpook Yulia tuk atensinya....
lagi ngeflash dulu bikin ceritanya, yang singkat-singkat aja... Mungkin nanti dilanjut ceritanya...
Salam-rahayu
Nice ceritanya gan :) its Okay
Nice story gan. . ;((
kerennnn banget mas ceritanya salam kenal ya
thanks
Silahkan tinggalkan komentar Anda di sini...!!!
1. Berkomentarlah yang relevan dan menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang komentar yang mengandung unsur SARA
3. No Spam No Live Link